Setiap Perusahaan memiliki peraturan-peraturan atau kode etik yang berfungsi untung menunjang kelancaran kegiatan operasional perusahaan. Peraturan yang dibuat tidak boleh terlalu menitikberatkan kepada pegawai. Peraturan yang telah dibuat tidak semerta-merta menjadi peraturan yang otoriter dan mengekang. Apabila peraturan yang telah dibuat terlalu otoriter, hal ini akan mengakibatkan kondisi yang tidak nyama untuk karyawan di perusahaan tersebut.
Saya bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak pada jenis usaha rumah sakit. Kode etik yang diterapkan disana sama dengan kode etik di perusahaan lain, dimana setiap pegawai harus datang tepat waktu, bekerja dengan baik, menjaga rahasia perusahaan , tidak menggunakan fasilitas kantor untuk kepentinagn pribadi.
Selama satu minggu saya mengamati keadaan yang terjadi disana terhadap kepatuhan karyawan, saya hanya sedikit melihat pelanggaran dari karyawan. Karyawan ada yang datang terlambat dan terkadang sering mondar mandir tanpa alasan dan pulang lebih awal dari waktu yang ditentukan. Karyawan terkadang keluar kantor untuk membeli makanan, walau sebenarnya karyawan tidak boleh keluar kantor dikarenakan makan siang sudah tersedia di perusahaan. Namun, terkadang situasi kantor yang sedikit sepi dan karyawan bekerja seharian membuat karyawan untuk keluar sebentar untuk mencari kesegaran. Hal ini jarang terjadi karewna pengawasan yang cukup ketat diperusahaan.
Universitas Gunadarma
Sabtu, 27 November 2010
Jumat, 19 November 2010
Kode Etik Pegawai Pajak
Kode Etik Karyawan Pajak
1.Bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas.
Setiap Pegawai dilarang berlaku diskriminatif kepada WP, sesama pegawai ataupun pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas. Tidak berlaku diskriminatif berarti tidak memihak atau tidak membedakan seseorang berdasarkan hubungan kekerabatan, suku, agama, golongan, jabatan, jender, status ekonomi, atau kriteria lainnya.
2. Menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung.
Setiap Pegawai pada hakikatnya memiliki jabatan dan atau kewenangan tertentu. Pegawai harus menjaga perilakunya dengan tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung untuk kepentingan pribadi, WP, sesama Pegawai atau pihak lainnya. Penyalahgunaan kewenangan dapat terjadi dengan cara antara lain:
a. mempergunakan jabatan untuk memaksakan suatu keputusan secara sepihak yang menguntungkan pribadi, misalnya melakukan intervensi proses pemeriksaan atau keberatan, sehingga keputusan yang dihasilkan menjadi tidak objektif.
b. mempergunakan jabatan untuk kepentingan pribadi, misalnya dengan meminta diskon yang melebihi batas kewajaran kepada WP.
c. memberdayakan bawahan untuk melakukan urusan yang menguntungkan pribadi atasan.
3.Menyalahgunakan fasilitas kantor.
Pegawai dilarang menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, pegawai lain atau pihak lainnya, antara lain:
a. menggunakan telepon dan sambungan internet kantor untuk kepentingan pribadi.
b. menggunakan mesin fotokopi untuk kepentingan pribadi.
4.Menerima segala pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari wajib pajak, sesama pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan pegawai yang menerima, patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya.
Pada prinsipnya, setiap pekerjaan yang dilakukan oleh Pegawai merupakan tanggung jawab Pegawai yang bersangkutan yang atas pelaksanaannya telah diberikan imbalan oleh negara. Dalam berinteraksi dengan WP, sesama Pegawai, maupun pihak lain, Pegawai tidak diperbolehkan mengambil manfaat untuk kepentingan pribadi maupun kantor dengan nama dan dalam bentuk apapun, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan pegawai tersebut patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya.
Dugaan mengenai timbulnya kewajiban pegawai terhadap pihak-pihak yang telah memberikan imbalan tersebut, diukur berdasarkan persepsi antara lain rekan sekerja, atasan, bawahan, pemberi imbalan serta masyarakat.
Pemberian kepada Pegawai dimungkinkan terjadi dalam interaksi sebagai berikut:
a. Interaksi Pegawai dengan WP
• Pengertian WP tidak hanya terbatas pada WP yang menjadi kewenangan dari masing-masing unit kerja, melainkan seluruh WP yang diadministrasikan oleh DJP. Termasuk di dalam pengertian interaksi dengan WP adalah interaksi dengan Penanggung Pajak, konsultan pajak, pegawai WP, serta pihak-pihak lain yang menurut ketentuan dapat menjadi wakil atau kuasa WP.
• Pegawai dilarang meminta atau memberi isyarat
yang mengesankan bahwa yang bersangkutan meminta atau mengharapkan sesuatu dari WP.
Pada prinsipnya Pegawai dilarang menggunakan fasilitas yang dimiliki WP. Namun demikian dalam kondisi tertentu misalnya kunjungan ke lokasi WP, Pegawai dimungkinkan untuk menggunakan fasilitas milik WP antara lain berupa sarana transportasi dan atau akomodasi, apabila hal tersebut merupakan satu-satunya fasilitas yangtersedia. Untuk keperluan tersebut Pegawai harus melapor kepada kepala kantor untuk memperoleh ijin secara tertulis.
•Pegawai dilarang menerima jamuan dari WP yang sifatnya berlebihan. Sebagai bentuk sopan santun dalam suatu kunjungan, jamuan berupa minuman atau makanan yang disediakan di tempat WP yang diyakini tidak akan menimbulkan konflik kepentingan, boleh diterima.
Pegawai diperbolehkan menerima pemberian berupa cindera mata dari WP yang secara lazim akan diberikan WP secara cuma-cuma kepada pihak manapun sebagai barang promosi, seperti agenda dan kalender.
• Dalam situasi tertentu, WP menyerahkan sesuatu kepada Pegawai selain yang diperbolehkan tersebut di atas. Dalam hal demikian pemberian tersebut wajib diberitahukan kepada atasan untuk selanjutnya dikembalikan kepada WP secara kedinasan.
•Imbalan dari WP karena keahlian perpajakan yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja seperti menjadi konsultan pajak tidak diperbolehkan untuk diterima. Karena sesuai ketentuan, Pegawai dilarang menjadi konsultan pajak.
Interaksi dengan sesama Pegawai
• Pegawai diperbolehkan menerima pemberian berupa imbalan atau honorarium dari DJP sehubungan dengan penugasan yang diberikan oleh DJP, misalnya honorarium pengajar diklat, uang transport advisory visit dalam kota (SIK), atau honor rapat tertentu.
• Pegawai dilarang meminta atau memberi isyarat yang mengesankan bahwa yang bersangkutan meminta atau mengharapkan sesuatu dari sesama Pegawai yang patut diduga menyebabkan Pegawai tersebut mempunyai kewajiban terkait dengan pelaksanaan tugas terhadap Pegawai yang memberi sesuatu. Disisi lain Pegawai juga dilarang untuk memberikan sesuatu kepada sesama Pegawai yang patut diduga menyebabkan Pegawai yang menerima sesuatu mempunyai kewajiban terkait dengan pelaksanaan tugas terhadap Pegawai yang memberikan sesuatu.
Namun demikian kode etik hanya mengatur mengenai pemberian kepada sesama pegawai yang terkait dengan pekerjaan atau jabatan. Sedangkan hal-hal yang bersifat sosial, dan tidak terkait dengan pelaksanaan pekerjaan atau tugas, tidak melanggar Kode Etik.
Interaksi Pegawai dengan Pihak Lain
Yang dimaksud dengan pihak lain adalah pihak-pihak di luar WP dan sesama Pegawai, yang dapat berinteraksi dengan Pegawai dalam melaksanakan tugasnya, misalnya: rekanan, peserta tender atau lelang, PNS di luar DJP, dan instansi atau badan-badan pemerintahan lainnya.
Ketentuan mengenai hal-hal yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk diterima dalam interaksi antara Pegawai dengan WP, sebagaimana diatur pada angka 5 huruf a, juga berlaku dalam interaksi antara Pegawai dengan pihak lain. Namun demikian, perlu diatur hal-hal tertentu sebagai berikut:
• imbalan dari pihak lain karena keahlian Pegawai diluar bidang perpajakan seperti menjadi presenter, penyanyi, pemain bola, atau pengajar, diperbolehkan untuk diterima.
• imbalan dari pihak lain karena keahlian perpajakan yang dilakukan diluar jam kerja
seperti menjadi pengajar brevet, pembicara dalam seminar, penulis.
buku perpajakan, atau penulis artikel di media massa, diperbolehkan untuk diterima;
• imbalan dari pihak lain seperti mengikuti rapat di instansi lain sesuai penugasan, diperbolehkan untuk diterima;
• imbalan resmi yang berasal dari bagi hasil PEMDA (penerimaan PPh Pasal 21, PPh Orang Pribadi, dan PBB), diperbolehkan untuk diterima, sepanjang kegiatan yang dibiayai dari pos tersebut nyata-nyata dilaksanakan dan dapat dipertanggungjawabkan.
5.Menyalahgunakan data dan atau informasi perpajakan.
Pada dasarnya data dan atau informasi perpajakan mencakup dua hal, yaitu:
a. data dan atau informasi yang terbuka bagi publik seperti aturan atau perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dan
b. data dan atau informasi yang bersifat internal DJP.
Data dan atau informasi yang terbuka bagi publik dapat disampaikan atau disebarluaskan kepada masyarakat. Sedangkan data dan atau informasi yang bersifat internal DJP, apabila akan disampaikan kepada pihak lain harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Pegawai dilarang memberikan atau meminjamkan atau memberitahukan data milik DJP seperti informasi perpajakan WP, data kepegawaian, atau data penerimaan yang belum dipublikasikan secara resmi, kepada pihak lain yang tidak berhak, karena dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau pihak lain yang bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance.
• Pegawai dilarang memberikan atau meminjamkan atau menginformasikan konsep peraturan, penegasan, dan atau jawaban surat pertanyaan yang belum disetujui, kepada pihak lain yang tidak berhak.
•Pegawai dilarang memberitahukan kebijakan internal DJP yang menurut ketentuan yang berlaku atau pertimbangan atasan yang berwenang hanya dapat diketahui oleh pihak-pihak tertentu misalnya rencana mutasi pegawai, pemeriksaan, penyidikan, atau penagihan aktif.
6. Melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatkan gangguan, kerusakan dan atau perubahan data pada sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak.
Sistem informasi milik DJP terdiri dari sumber daya informasi yang berupa seluruh informasi, aplikasi, dan infrastruktur.
a. Gangguan sistem informasi adalah suatu kondisi dimana sumber daya informasi tidak dapat tersedia sebagaimanamestinya.
b. Kerusakan sistem informasi adalah suatu kondisi dimana sumber daya informasi tidak dapat digunakan seperti sedia kala.
c. Perubahan data meliputi penambahan, penggantian atau penghilangan data tanpa otorisasi. Perubahan data tanpa otorisasi, baik manual maupun elektronik, dapat mengakibatkan berkas data atau basis data tidak lagi mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.
Sumber : http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_view&gid=244&tmpl=component&format=raw&Itemid=146
1.Bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas.
Setiap Pegawai dilarang berlaku diskriminatif kepada WP, sesama pegawai ataupun pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas. Tidak berlaku diskriminatif berarti tidak memihak atau tidak membedakan seseorang berdasarkan hubungan kekerabatan, suku, agama, golongan, jabatan, jender, status ekonomi, atau kriteria lainnya.
2. Menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung.
Setiap Pegawai pada hakikatnya memiliki jabatan dan atau kewenangan tertentu. Pegawai harus menjaga perilakunya dengan tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung untuk kepentingan pribadi, WP, sesama Pegawai atau pihak lainnya. Penyalahgunaan kewenangan dapat terjadi dengan cara antara lain:
a. mempergunakan jabatan untuk memaksakan suatu keputusan secara sepihak yang menguntungkan pribadi, misalnya melakukan intervensi proses pemeriksaan atau keberatan, sehingga keputusan yang dihasilkan menjadi tidak objektif.
b. mempergunakan jabatan untuk kepentingan pribadi, misalnya dengan meminta diskon yang melebihi batas kewajaran kepada WP.
c. memberdayakan bawahan untuk melakukan urusan yang menguntungkan pribadi atasan.
3.Menyalahgunakan fasilitas kantor.
Pegawai dilarang menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, pegawai lain atau pihak lainnya, antara lain:
a. menggunakan telepon dan sambungan internet kantor untuk kepentingan pribadi.
b. menggunakan mesin fotokopi untuk kepentingan pribadi.
4.Menerima segala pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari wajib pajak, sesama pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan pegawai yang menerima, patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya.
Pada prinsipnya, setiap pekerjaan yang dilakukan oleh Pegawai merupakan tanggung jawab Pegawai yang bersangkutan yang atas pelaksanaannya telah diberikan imbalan oleh negara. Dalam berinteraksi dengan WP, sesama Pegawai, maupun pihak lain, Pegawai tidak diperbolehkan mengambil manfaat untuk kepentingan pribadi maupun kantor dengan nama dan dalam bentuk apapun, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan pegawai tersebut patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya.
Dugaan mengenai timbulnya kewajiban pegawai terhadap pihak-pihak yang telah memberikan imbalan tersebut, diukur berdasarkan persepsi antara lain rekan sekerja, atasan, bawahan, pemberi imbalan serta masyarakat.
Pemberian kepada Pegawai dimungkinkan terjadi dalam interaksi sebagai berikut:
a. Interaksi Pegawai dengan WP
• Pengertian WP tidak hanya terbatas pada WP yang menjadi kewenangan dari masing-masing unit kerja, melainkan seluruh WP yang diadministrasikan oleh DJP. Termasuk di dalam pengertian interaksi dengan WP adalah interaksi dengan Penanggung Pajak, konsultan pajak, pegawai WP, serta pihak-pihak lain yang menurut ketentuan dapat menjadi wakil atau kuasa WP.
• Pegawai dilarang meminta atau memberi isyarat
yang mengesankan bahwa yang bersangkutan meminta atau mengharapkan sesuatu dari WP.
Pada prinsipnya Pegawai dilarang menggunakan fasilitas yang dimiliki WP. Namun demikian dalam kondisi tertentu misalnya kunjungan ke lokasi WP, Pegawai dimungkinkan untuk menggunakan fasilitas milik WP antara lain berupa sarana transportasi dan atau akomodasi, apabila hal tersebut merupakan satu-satunya fasilitas yangtersedia. Untuk keperluan tersebut Pegawai harus melapor kepada kepala kantor untuk memperoleh ijin secara tertulis.
•Pegawai dilarang menerima jamuan dari WP yang sifatnya berlebihan. Sebagai bentuk sopan santun dalam suatu kunjungan, jamuan berupa minuman atau makanan yang disediakan di tempat WP yang diyakini tidak akan menimbulkan konflik kepentingan, boleh diterima.
Pegawai diperbolehkan menerima pemberian berupa cindera mata dari WP yang secara lazim akan diberikan WP secara cuma-cuma kepada pihak manapun sebagai barang promosi, seperti agenda dan kalender.
• Dalam situasi tertentu, WP menyerahkan sesuatu kepada Pegawai selain yang diperbolehkan tersebut di atas. Dalam hal demikian pemberian tersebut wajib diberitahukan kepada atasan untuk selanjutnya dikembalikan kepada WP secara kedinasan.
•Imbalan dari WP karena keahlian perpajakan yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja seperti menjadi konsultan pajak tidak diperbolehkan untuk diterima. Karena sesuai ketentuan, Pegawai dilarang menjadi konsultan pajak.
Interaksi dengan sesama Pegawai
• Pegawai diperbolehkan menerima pemberian berupa imbalan atau honorarium dari DJP sehubungan dengan penugasan yang diberikan oleh DJP, misalnya honorarium pengajar diklat, uang transport advisory visit dalam kota (SIK), atau honor rapat tertentu.
• Pegawai dilarang meminta atau memberi isyarat yang mengesankan bahwa yang bersangkutan meminta atau mengharapkan sesuatu dari sesama Pegawai yang patut diduga menyebabkan Pegawai tersebut mempunyai kewajiban terkait dengan pelaksanaan tugas terhadap Pegawai yang memberi sesuatu. Disisi lain Pegawai juga dilarang untuk memberikan sesuatu kepada sesama Pegawai yang patut diduga menyebabkan Pegawai yang menerima sesuatu mempunyai kewajiban terkait dengan pelaksanaan tugas terhadap Pegawai yang memberikan sesuatu.
Namun demikian kode etik hanya mengatur mengenai pemberian kepada sesama pegawai yang terkait dengan pekerjaan atau jabatan. Sedangkan hal-hal yang bersifat sosial, dan tidak terkait dengan pelaksanaan pekerjaan atau tugas, tidak melanggar Kode Etik.
Interaksi Pegawai dengan Pihak Lain
Yang dimaksud dengan pihak lain adalah pihak-pihak di luar WP dan sesama Pegawai, yang dapat berinteraksi dengan Pegawai dalam melaksanakan tugasnya, misalnya: rekanan, peserta tender atau lelang, PNS di luar DJP, dan instansi atau badan-badan pemerintahan lainnya.
Ketentuan mengenai hal-hal yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk diterima dalam interaksi antara Pegawai dengan WP, sebagaimana diatur pada angka 5 huruf a, juga berlaku dalam interaksi antara Pegawai dengan pihak lain. Namun demikian, perlu diatur hal-hal tertentu sebagai berikut:
• imbalan dari pihak lain karena keahlian Pegawai diluar bidang perpajakan seperti menjadi presenter, penyanyi, pemain bola, atau pengajar, diperbolehkan untuk diterima.
• imbalan dari pihak lain karena keahlian perpajakan yang dilakukan diluar jam kerja
seperti menjadi pengajar brevet, pembicara dalam seminar, penulis.
buku perpajakan, atau penulis artikel di media massa, diperbolehkan untuk diterima;
• imbalan dari pihak lain seperti mengikuti rapat di instansi lain sesuai penugasan, diperbolehkan untuk diterima;
• imbalan resmi yang berasal dari bagi hasil PEMDA (penerimaan PPh Pasal 21, PPh Orang Pribadi, dan PBB), diperbolehkan untuk diterima, sepanjang kegiatan yang dibiayai dari pos tersebut nyata-nyata dilaksanakan dan dapat dipertanggungjawabkan.
5.Menyalahgunakan data dan atau informasi perpajakan.
Pada dasarnya data dan atau informasi perpajakan mencakup dua hal, yaitu:
a. data dan atau informasi yang terbuka bagi publik seperti aturan atau perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dan
b. data dan atau informasi yang bersifat internal DJP.
Data dan atau informasi yang terbuka bagi publik dapat disampaikan atau disebarluaskan kepada masyarakat. Sedangkan data dan atau informasi yang bersifat internal DJP, apabila akan disampaikan kepada pihak lain harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Pegawai dilarang memberikan atau meminjamkan atau memberitahukan data milik DJP seperti informasi perpajakan WP, data kepegawaian, atau data penerimaan yang belum dipublikasikan secara resmi, kepada pihak lain yang tidak berhak, karena dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau pihak lain yang bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance.
• Pegawai dilarang memberikan atau meminjamkan atau menginformasikan konsep peraturan, penegasan, dan atau jawaban surat pertanyaan yang belum disetujui, kepada pihak lain yang tidak berhak.
•Pegawai dilarang memberitahukan kebijakan internal DJP yang menurut ketentuan yang berlaku atau pertimbangan atasan yang berwenang hanya dapat diketahui oleh pihak-pihak tertentu misalnya rencana mutasi pegawai, pemeriksaan, penyidikan, atau penagihan aktif.
6. Melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatkan gangguan, kerusakan dan atau perubahan data pada sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak.
Sistem informasi milik DJP terdiri dari sumber daya informasi yang berupa seluruh informasi, aplikasi, dan infrastruktur.
a. Gangguan sistem informasi adalah suatu kondisi dimana sumber daya informasi tidak dapat tersedia sebagaimanamestinya.
b. Kerusakan sistem informasi adalah suatu kondisi dimana sumber daya informasi tidak dapat digunakan seperti sedia kala.
c. Perubahan data meliputi penambahan, penggantian atau penghilangan data tanpa otorisasi. Perubahan data tanpa otorisasi, baik manual maupun elektronik, dapat mengakibatkan berkas data atau basis data tidak lagi mencerminkan keadaan yang sesungguhnya.
Sumber : http://www.pajak.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_view&gid=244&tmpl=component&format=raw&Itemid=146
Langganan:
Postingan (Atom)